PENDAHULUAN
Kompos merupakan
pupuk organik yang
berasal dari sisa
tanaman dan kotoran hewan
yang telah mengal ami
proses dekomposisi atau pelapukan. Selama
ini sisa tanaman
dan kotoran hewan
tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan
sebagai pengganti pupuk
buatan. Kompos yang baik
adal ah yang sudah cukup
mengalami pelapukan dan dicirikan
oleh warna yang
sudah berbeda dengan
warna bahan pembentuknya, tidak
berbau, kadar air rendah dan
sesuai suhu ruang. Proses
pembuatan dan pemanfaatan
kompos dirasa masih
perlu ditingkatkan agar dapat
di manfaatkan secara lebih
efektif, menambah pendapatan
peternak dan mengatasi pencemaran lingkungan.
Proses pengomposan
adal ah proses menurunkan
C/N bahan organik hingga sama dengan C/N
tanah ( 20). Selama
proses pengomposan, terjadi perubahan-perubahan unsur
kimia yaitu : 1)
karbohidrat, selulosa, hemi selulosa, lemak
dan lilin menjadi
CO2 danH2O, 2) penguraian
senyawa organi k menjadi
senyawa yang dapat diserap tanaman.
Kompos merupakan
sal ah satu komponen
untuk meni ngkatkan kesuburan tanah
dengan memperbaiki kerusakan
fisik tanah akibat pemakaian pupuk
anorganik (kimia) pada
tanah secara berlebihan yang berakibat rusaknya struktur
tanah dal am j angka waktu lama.
MANFAAT KOMPOS ORGANIK
Manfaat kompos
organik diantaranya adal ah
1) memperbaiki struktur tanah
berlempung sehingga menjadi
ringan; 2) memperbesar daya ikat tanah
berpasir sehingga tanah
tidak berderai; 3)
menamah daya ikat tanah terhadap
air dan unsur-unsur
hara tanah; 4) memperbaiki drainase
dan tata udara
dalam tanah; 5)
mengandung unsur hara yang
lengkap, walaupun jumlahnya
sedikit ( jumlah ini tergantung dari
bahan pembuat pupuk organik);
6) membantu proses pelapukan bahan
mineral; 7) memberi
ketersediaan bahan makanan bagi
mikrobia; serta 8)
menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan ( Yovita, 2001).
Pengolahan kotoran
sapi yang mempunyai
kandungan N, P dan K yang tinggi
sebagai pupuk kompos
dapat mensuplai unsur
hara yang di butuhkan tanah
dan memperbaiki struktur
tanah menjadi lebih
baik (Iwan, 2002). Pada
tanah yang baik/sehat,
kelarutan unsur-unsur anorganik akan
meningkat, serta ketersediaan
asam amino, zat
gula, vitamin dan zat-zat
bioaktif hasil dari
akti vitas mikroorganisme efektif dalam
tanah akan bertambah, sehingga
pertumbuhan tanaman menjadi semakin optimal (Rully, 1999).
PRODUKSI DAN
KANDUNGAN KOMPOS ORGANIK
Seekor sapi
mampu menghasilkan kotoran padat 23,6
kg/hari dan cair 9,1 kg/hari (Tauscher .sitasi
Iwan, 2002). Undang (2002) melaporkan bahwa
seekor sapi muda
kebiri akan memproduksi 15-30 kg
kg kotoran per hari.
Kotoran yang baru
di hasilkan sapi tidak dapat
langsung diberikan sebagai
pupuk tanaman, tetapi
harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu.
Beberapa
alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum
dimanfaatkan sebagai pupuk
tanaman antara lain adalah
: 1) bila
tanah mengandung cukup
udara dan air, penguraian bahan
organik berlangsung cepat
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman, 2) penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok
humus dan unsur
hara ke dal am
tanah, 3) struktur bahan
organik segar sangat
kasar dan dayanya terhadap air
kecil , sehingga bila langsung di benamkan
akan mengakibatkan tanah menjadi
sangat remah, 4)
kotoran sapi tidak selalu
tersedia pada saat
diperlukan, sehingga pembuatan
kompos merupakan cara penyimpanan
bahan organik sebelum
di gunakan sebagai pupuk.
Kandungan nitrogen
(N), phospor (P)
dan kalium (K)
dalam kotoran sapi potong
tertera pada Tabel
1. Hasil analisis
laboratorium Loka Penelitian Sapi
Potong dan BPTP (Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian) Jawa Timur
terhadap kompos organik
(hi-grade) produksi Loka Penel itian Sapi Potong,
datanya tertera pada Tabel 2.
PEMBUATAN KOMPOS
ORGANIK (HI-GRADE)
Dinamakan kompos
organik hi-grade karena
mengandung unsur kimia yang
komplit berasal dari
campuran kotoran sapi
dan urine yang diaduk
secara merata oleh
ternak sendiri dengan
cara diinjak-injak sehingga telah
mengalami proses dekomposer dengan baik.
Bahan dan Peralatan
a. Kotoran sapi
yang bercampur dengan urine
(berasal dari kandang kelompok Gambar 1)
b. Sekam
atau ”gergajen” (limbah gergajian kayu)
c. Kapur
bubuk
d. Skop
dan saringan
e. Karung
plastik
f. Timbangan
Cara pembuatan kompos
Pembuatan kompos
diawali dengan pengumpulan
kotoran sapi dengan cara
pemanenan dari kandang
sistem kelompok, dilanjutkan dengan proses
pengolahan menjadi kompos
curah, blok, granula
dan bokhasi.
a. Pemanenan kompos
- Dilakukan setelah ketebalan kotoran sapi dan urine didalam kandang kelompok mencapai 25 - 30 cm (1,5 – 2 bulan) (Gambar 2).
- Pemanenan dilaksanakan sesuai dengan tujuan jenis kompos organik, yaitu kompos curah, kompos blok, kompos granul dan bokhasi.
b.
Proses
pembuatan kompos curah
Kotoran yang
di panen dari kandang
diangin-anginkan ditempat
teduh selama 2
bulan di musim
hujan atau 1 bulan
dimusim kemarau, kotoran dihancurkan
dan diayak dengan
ukuran lubang 0,5 x 0,5 cm,
kemudian dikemas dalam karung (Gambar 3).
c.
Proses
pembuatan kompos blok
Kotoran yang
baru di panen (kondisi
masih basah), dicetak menggunakan alat pres manual
sederhana atau dengan men
gunakan mesin pres batako.
Cetakan kompos blok
berukuran p =
20 x l = 12 atau 6 x t = 5 cm.
d.
Proses
pembuatan kompos granula
Bahan
1. Kompos
curah
2. Tepung
tapioka 3–5 % dari berat kering kompos
3. Air 8–10 %
dari berat kering kompos
4. Zat pewar na
( merah, kuning, orange, hijau)
Cara Kerja
b. Tepung tapioka
yang telah dicampur dengan
pewarna, ditaburkan pada mesin
granul.
c. Kompos curah
yang di haluskan ditempatkan
diatas lapisan tepung tapioka.
d. Air
disemprotkan melalui saluran yang ada pada mesin granul.
e. Mesin dihidupkan dengan
gerakan memutar sehingga
akan terbentuk bulatan – bulatan granul.
f. Dikemas
dalam plastik.
e.
Proses
pembuatan bokhasi
Bahan
1. Kotoran
sapi setel ah di tiriskan
2. Sekam
(10% dari bobot kotoran sapi)
3. Abu
sekam (10% dari bobot kotoran sapi)
4. Dedak
padi (5% dari bobot kotoran sapi)
5. Larutan
EM-4 + Tetes + Air ( 2 : 2 : 1000) atau
1 l i ter air + 2 cc EM-4 + 2cc tetes
atau 1 l iter air + 2 cc EM-4 + 6 sendok makan gula pasir.
Cara membuat
1.
Campur kotoran
sapi + sekam
+ abu sekam +
dedak padisesuai takaran,
kemudian diaduk hi ngga merata.
2.
Tuang campuran l arutan EM-4 + tetes + air ke dal am
campuran No. 1. dan
diaduk hingga merata
sampai membentuk adonan dengan kadar air + 40%.
3.
Ditutup dengan
karung goni atau
tikar. Dal am kondisi
aerob fermentasi akan berlangsung
cepat sehingga suhu
bokkhasi meningkat 35-40oC. Bila
suhu mencapai 50%,
maka bokhasi dibolak-balik agar
udara masuk dan
suhu turun. Lama fermentasi antara
4-5 hari dan
bokhasi dianggap jadi
apabila berbau khas
fermentasi, kering, dingin
dan ditumbuhi jamur berwarna putih.
Apabila berbau busuk,
maka pembuatan bokhasi dianggap
gagal.
CARA PEMAKAIAN KOMPOS ORGANIK
Kompos organik
yang dihasilkan oleh
mitra kerja pengguna teknologi inovatif
yang dihasilkan oleh
Loka Penelitian Sapi
Potong dapat di gunakan untuk
tanaman padi , palawija
dan hortikultura. Cara pemberiannya ditebarkan
merata di permukaan tanah
dengan dosissesuai jenis
tanaman; untuk pemupukan individu
seperti tanaman dalam pot (
jeruk, mangga, bunga,
dsb), kompos disebarkan
dibawah kanopi terluar dari
daun; untuk hamparan
tanaman padi dan
tanaman palawija diberikan 10
ton/ha setiap 6
bulan; untuk tanaman
bawang merah 20.000 kg/ha;
untuk tanaman semangka
2 kg/bedengan. Marsono (2001)
menyatakan bahwa pemakaian pupuk kompos
organik berdasarkan umur tanaman
adalah 500 g/tanaman
pada umur 1 – 3 bulan, 1000 g/tanaman pada umur tanaman
4 - 9 bulan. Berdasarkan hasil pengkajian BPTP
Jawa Barat menunjukkan bahwa tanaman
tomat varietas sakura
yang di pupuk kompos
kotoran sapi mampu berproduksi
3,15 kg/tanaman. Sedangkan
untuk tanaman bawang daun
dan seledri dengan
pemakaian kompos organik
kotoran sapi dapat meni ngkat produksi nya masing- masing 57,1% dan
47,6%. (Emar Maryamah, S.ST/Penyuluh Pertanian Muda)
sumber : Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan kotoran Sapi, PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN, DEPARTEMEN PERTANIAN 2007.
sumber : Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan kotoran Sapi, PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN, DEPARTEMEN PERTANIAN 2007.