Rabu, 24 Desember 2014

PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN KOTORAN SAPI



PENDAHULUAN

Kompos  merupakan  pupuk  organik  yang  berasal   dari  sisa  tanaman dan  kotoran  hewan  yang  telah  mengal ami  proses  dekomposisi  atau pelapukan.  Selama  ini  sisa  tanaman  dan  kotoran  hewan  tersebut belum  sepenuhnya  dimanfaatkan  sebagai  pengganti  pupuk  buatan. Kompos  yang  baik  adal ah  yang  sudah  cukup  mengalami  pelapukan dan  dicirikan  oleh  warna  yang  sudah  berbeda  dengan  warna  bahan pembentuknya,  tidak  berbau,  kadar  air  rendah  dan  sesuai  suhu  ruang. Proses  pembuatan  dan  pemanfaatan  kompos  dirasa  masih  perlu ditingkatkan  agar  dapat  di manfaatkan  secara  lebih  efektif,  menambah pendapatan peternak dan mengatasi pencemaran lingkungan.

Proses  pengomposan  adal ah  proses  menurunkan  C/N bahan organik  hingga  sama  dengan  C/N  tanah  ( 20).  Selama  proses pengomposan,  terjadi  perubahan-perubahan  unsur  kimia  yaitu  :  1) karbohidrat,  selulosa,  hemi selulosa,  lemak  dan  lilin  menjadi  CO2 danH2O,  2)  penguraian  senyawa  organi k  menjadi  senyawa  yang  dapat diserap tanaman.

Kompos  merupakan  sal ah  satu  komponen  untuk  meni ngkatkan kesuburan  tanah  dengan  memperbaiki  kerusakan  fisik  tanah  akibat pemakaian  pupuk  anorganik  (kimia)  pada  tanah  secara  berlebihan yang berakibat rusaknya struktur tanah dal am j angka waktu lama.

MANFAAT KOMPOS ORGANIK

Manfaat  kompos  organik  diantaranya  adal ah  1)  memperbaiki struktur  tanah  berlempung  sehingga  menjadi  ringan;  2)  memperbesar daya  ikat tanah  berpasir  sehingga  tanah  tidak  berderai;  3)  menamah  daya  ikat  tanah  terhadap  air  dan  unsur-unsur  hara  tanah; 4) memperbaiki   drainase  dan  tata  udara  dalam  tanah;  5)  mengandung unsur  hara  yang  lengkap,  walaupun  jumlahnya  sedikit  ( jumlah ini tergantung  dari  bahan  pembuat  pupuk  organik); 6)  membantu  proses pelapukan  bahan  mineral;  7)  memberi  ketersediaan  bahan  makanan bagi  mikrobia;  serta  8)  menurunkan  aktivitas  mikroorganisme  yang merugikan ( Yovita, 2001).

Pengolahan  kotoran  sapi  yang  mempunyai  kandungan  N, P dan K yang  tinggi  sebagai  pupuk  kompos  dapat  mensuplai   unsur  hara  yang di butuhkan  tanah  dan  memperbaiki  struktur  tanah  menjadi  lebih  baik (Iwan,  2002).  Pada  tanah  yang  baik/sehat,  kelarutan  unsur-unsur anorganik  akan  meningkat,  serta  ketersediaan  asam  amino,  zat  gula, vitamin  dan  zat-zat  bioaktif  hasil   dari  akti vitas  mikroorganisme  efektif dalam  tanah  akan  bertambah,  sehingga  pertumbuhan  tanaman menjadi  semakin optimal (Rully, 1999).

PRODUKSI  DAN  KANDUNGAN KOMPOS ORGANIK

Seekor sapi mampu  menghasilkan kotoran padat 23,6 kg/hari dan cair 9,1 kg/hari (Tauscher .sitasi Iwan, 2002). Undang (2002)  melaporkan  bahwa  seekor  sapi  muda  kebiri  akan  memproduksi 15-30  kg  kg  kotoran  per hari.  Kotoran  yang  baru  di hasilkan  sapi  tidak dapat  langsung  diberikan  sebagai  pupuk  tanaman,  tetapi  harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu.

Beberapa alasan  mengapa  bahan organik seperti kotoran sapi  perlu dikomposkan  sebelum  dimanfaatkan  sebagai  pupuk  tanaman  antara lain  adalah  :  1)  bila  tanah  mengandung  cukup  udara  dan  air, penguraian  bahan  organik  berlangsung  cepat  sehingga  dapat mengganggu  pertumbuhan  tanaman,  2)  penguraian bahan segar hanya  sedikit sekali  memasok  humus  dan  unsur  hara  ke  dal am  tanah, 3)  struktur  bahan  organik  segar  sangat  kasar  dan  dayanya terhadap  air  kecil ,  sehingga  bila  langsung  di benamkan  akan mengakibatkan  tanah  menjadi   sangat  remah,  4)  kotoran  sapi   tidak selalu  tersedia  pada  saat  diperlukan,  sehingga  pembuatan  kompos merupakan  cara  penyimpanan  bahan  organik  sebelum  di gunakan sebagai pupuk.

Kandungan  nitrogen  (N),  phospor  (P)  dan  kalium  (K)  dalam  kotoran sapi  potong  tertera  pada  Tabel   1.  Hasil   analisis  laboratorium  Loka Penelitian  Sapi  Potong  dan  BPTP  (Balai  Pengkajian  Teknologi Pertanian)  Jawa  Timur  terhadap  kompos  organik  (hi-grade)  produksi Loka Penel itian Sapi Potong, datanya  tertera pada Tabel 2.


PEMBUATAN   KOMPOS   ORGANIK (HI-GRADE)

Dinamakan  kompos  organik   hi-grade   karena  mengandung  unsur kimia  yang  komplit  berasal   dari  campuran  kotoran  sapi  dan  urine  yang diaduk  secara  merata  oleh  ternak  sendiri  dengan  cara  diinjak-injak sehingga telah mengalami proses  dekomposer dengan baik.

Bahan dan Peralatan
a.    Kotoran  sapi  yang  bercampur dengan  urine  (berasal dari kandang kelompok Gambar 1)


b.    Sekam atau ”gergajen” (limbah gergajian kayu)
c.    Kapur bubuk
d.   Skop dan saringan
e.    Karung plastik
f.     Timbangan

Cara pembuatan kompos
Pembuatan  kompos  diawali  dengan  pengumpulan  kotoran  sapi dengan  cara  pemanenan  dari  kandang  sistem  kelompok,  dilanjutkan dengan  proses  pengolahan  menjadi  kompos  curah,  blok,  granula  dan bokhasi.

a. Pemanenan kompos
  • Dilakukan  setelah  ketebalan  kotoran  sapi   dan  urine  didalam kandang kelompok mencapai 25 - 30 cm (1,5 – 2 bulan) (Gambar 2).
  • Pemanenan  dilaksanakan  sesuai  dengan  tujuan  jenis  kompos organik,  yaitu  kompos curah,  kompos  blok,  kompos granul dan bokhasi.
b.   Proses pembuatan kompos curah
Kotoran  yang  di panen  dari  kandang  diangin-anginkan  ditempat teduh  selama    2  bulan  di  musim  hujan  atau  1  bulan  dimusim kemarau, kotoran dihancurkan  dan  diayak  dengan  ukuran  lubang 0,5 x 0,5 cm, kemudian dikemas dalam karung (Gambar 3).

c.    Proses pembuatan kompos blok
Kotoran  yang  baru  di panen  (kondisi  masih  basah),  dicetak menggunakan alat  pres manual  sederhana atau  dengan  men  gunakan mesin  pres  batako.  Cetakan  kompos  blok  berukuran  p  =  20  x  l   =  12 atau 6 x t = 5 cm.


d.   Proses pembuatan kompos granula
Bahan
1. Kompos curah
2. Tepung tapioka  3–5 % dari berat kering kompos
3. Air 8–10 % dari berat kering kompos
4. Zat pewar na ( merah, kuning, orange, hijau)

Cara Kerja
b.    Tepung  tapioka  yang  telah  dicampur  dengan  pewarna,  ditaburkan pada mesin granul.
c.    Kompos  curah  yang  di haluskan  ditempatkan  diatas  lapisan  tepung tapioka.
d.   Air disemprotkan melalui saluran yang ada pada mesin granul.
e.    Mesin  dihidupkan  dengan  gerakan  memutar  sehingga  akan terbentuk bulatan – bulatan granul.
f.     Dikemas dalam plastik.


e.    Proses pembuatan bokhasi
Bahan
1.    Kotoran sapi setel ah di tiriskan
2.    Sekam (10% dari bobot kotoran sapi)
3.    Abu sekam (10% dari bobot kotoran sapi)
4.    Dedak padi (5% dari bobot kotoran sapi)
5.    Larutan EM-4 + Tetes + Air ( 2  : 2 : 1000) atau 1  l i ter air + 2 cc EM-4 + 2cc tetes atau 1 l iter air + 2 cc EM-4 + 6 sendok makan gula pasir.
Cara membuat
1.        Campur  kotoran  sapi   +  sekam  +  abu sekam  +  dedak  padisesuai takaran, kemudian diaduk hi ngga merata.
2.        Tuang campuran  l arutan EM-4 + tetes + air ke dal am campuran No.  1.  dan  diaduk  hingga  merata  sampai  membentuk  adonan dengan kadar air + 40%.
3.        Ditutup  dengan  karung  goni   atau  tikar.  Dal am  kondisi  aerob fermentasi  akan  berlangsung  cepat  sehingga  suhu  bokkhasi meningkat  35-40oC.  Bila  suhu  mencapai  50%,  maka  bokhasi dibolak-balik  agar  udara  masuk  dan  suhu  turun.  Lama fermentasi  antara  4-5  hari  dan  bokhasi  dianggap  jadi  apabila berbau khas  fermentasi,  kering,  dingin  dan  ditumbuhi   jamur berwarna  putih.  Apabila  berbau  busuk,  maka  pembuatan bokhasi dianggap gagal.

CARA PEMAKAIAN KOMPOS ORGANIK

Kompos  organik  yang  dihasilkan  oleh  mitra  kerja  pengguna teknologi  inovatif  yang  dihasilkan  oleh  Loka  Penelitian  Sapi  Potong dapat  di gunakan  untuk  tanaman  padi ,  palawija  dan  hortikultura.  Cara pemberiannya  ditebarkan  merata  di permukaan  tanah  dengan  dosissesuai  jenis  tanaman; untuk  pemupukan  individu  seperti  tanaman dalam  pot  ( jeruk,  mangga,  bunga,  dsb),  kompos  disebarkan  dibawah kanopi  terluar  dari  daun;  untuk  hamparan  tanaman  padi  dan  tanaman palawija  diberikan  10  ton/ha  setiap  6  bulan;  untuk  tanaman  bawang merah  20.000  kg/ha;  untuk  tanaman  semangka  2  kg/bedengan. Marsono (2001) menyatakan  bahwa pemakaian pupuk kompos organik berdasarkan  umur  tanaman  adalah  500  g/tanaman  pada  umur  1 – 3 bulan, 1000 g/tanaman pada umur tanaman 4 - 9 bulan. Berdasarkan  hasil  pengkajian  BPTP  Jawa  Barat  menunjukkan bahwa  tanaman  tomat  varietas  sakura  yang  di pupuk  kompos  kotoran sapi  mampu  berproduksi  3,15  kg/tanaman.  Sedangkan  untuk  tanaman bawang  daun  dan  seledri  dengan  pemakaian  kompos  organik  kotoran sapi dapat meni ngkat produksi nya masing- masing 57,1% dan 47,6%. (Emar Maryamah, S.ST/Penyuluh Pertanian Muda)
sumber : Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan kotoran Sapi, PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN, DEPARTEMEN PERTANIAN 2007.

Selasa, 23 Desember 2014

TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI POTONG


1. Pemilihan Jenis
Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah  sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong  itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari  bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya  (laju pertumbuhan). Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber  daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan  sapi Madura. Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya  cukup merata adalah: sapi Bali, PO, dan Brahman.


Sapi Bali berat badannya berkisar antara 300-400 kg dengan laju  pertambahan berat badan berkisar 0.4-0.8 kg/ekor/hari dan persentase  karkasnya mencapai ±56,9%. Sapi PO berat badannya berkisar antara  500-650 kg dengan laju pertambahan berat badan sekitar 0.5-1.0 kg/ ekor/hari dan persentase karkas 48-50%, sedangkan sapi Brahman  berat badan berkisar 600-800 kg dengan laju pertambahan berat  badan bisa > 1.0 kg/ekor/hari dan persentase karkasnya ±45%.  Keistimewaan sapi Bali selain persentase karkasnya relative tinggi,  juga toleran terhadap kualitas pakan yang rendah. Sapi PO selain  penghasil daging juga sangat cocok untuk ternak kerja. Sedangkan  sapi Brahman tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan,  baik pakan rumput maupun konsentrat apapun akan dimakannya.  Sapi Brahman juga lebih kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk  serta tahan panas.

2. Persyaratan Lokasi
Lokasi yang ideal untuk usaha pemeliharaan sapi potong dengan sistim kandang maupun penggembalaan adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian dan sumber air. Pembuatan kandang dapat dilakukan secara berkelompok dalam bentuk kandang komunal di tengah sawah atau ladang.

3.  Penyiapan Sarana dan Peralatan
Kandang: dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dipelihara. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut dibuat jalur untuk jalan. Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat. Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya. Temperatur di sekitar kandang dijaga 25 - 40 0C (rata - rata 330C) dan kelembaban 75%. Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.
Konstruksi dan letak kandang
Konstruksi kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang berbentuk kuncup dan salah satu/kedua sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat, lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan agak miring kearah selokan di luar kandang. Maksudnya adalah agar air dan kencing sapi mudah mengalir ke luar kandang. Bahan konstruksi kandang adalah kayu gelondongan/papan yang berasal dari kayu yang kuat. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak terbuka agar sirkulasi udara didalamnya lancar. Termasuk dalam rangkaian penyediaan pakan sapi adalah air minum yang bersih. Air minum diberikan secara ad libitum, artinya harus tersedia dan tidak boleh kehabisan setiap saat. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang.
Ukuran kandang
Sebelum membuat kandang sebaiknya diperhitungkan lebih dulu jumlah sapi yang akan dipelihara. Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m. Sedangkan untuk seekor sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk seekor anak sapi cukup 1,5x1 m. Tinggi atap 2-2,5 m dari lantai
Perlengkapan kandang
Termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih dibawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak/ tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai.Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur didalamnya. Perlengkapan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi.


Alat Perlengkapan Kandang

Bibit: syarat bibit sapi potong yang harus diperhatikan adalah:
1)        Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya.
2)        Matanya tampak cerah dan bersih.
3)        Tidak terganggu pernafasannya dan dari hidung tidak keluar lendir. Kukunya tidak terasa panas bila diraba.
4)        Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
5)        Tidak terdapat tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur.
6)        Tidak ada kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
7)        Pusarnya bersih dan kering.
Ciri-ciri sapi potong tipe pedaging adalah sebagai berikut:
1)        Tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat/bola.
2)        Kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan.
3)        Laju pertumbuhannya relatif cepat.
4)        Persentase karkas tinggi dan efisien dalam konversi pakan.


4. Pemeliharaan
Pemeliharaan sapi potong mencakup pemberian pakan, sanitasi kandang, dan pencegahan penyakit. Pemberian Pakan Sapi dalam masa pertumbuhan dan sedang menyusui memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (pasture fattening), kereman (drylot fattening) dan kombinasi cara pertama dan kedua. Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan cukup luas. Pada sistim kereman, pakan diberikan dengan cara disuguhkan. Setiap hari sapi memerlukan hijauan sebanyak 10% dari berat badannya dan konsentrat 1-2% dari berat badan. Ransum tambahan berupa dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu, dll yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam dapur dan kapur. Jenis hijauan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (leguminosa) dan dedaunan. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun lamtoro. Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama. Termasuk dalam hijauan kering adalah jerami padi, jerami kedelai/kacang tanah, dan jerami jagung, pucuk tebu yang biasa digunakan pada musim kemarau. Hijauan ini tergolong jenis pakan yang banyak mengandung serat kasar.


Kisaran pemakaian bahan-bahan untuk pembuatan pakan konsentrat sapi potong adalah:


Sumber hijauan dapat memanfaatkan golongan rumputrumputan (rumput gajah, benggala, raja, meksiko, dan rumput alam), golongan leguminosa (daun lamtoro, turi, gamal, kacang tanah, albisia, kaliandra, siratro), limbah pertanian (tebon jagung, daun ketela pohon, ketela rambat). Komposisi pakan yang diberikan disesuaikan dengan umur dengan patokan proporsi campuran sebagai berikut:
1)   Dewasa    = Hijauan 75% + Konsentrat 25%
2)   Induk bunting   = Hijauan 60% + Konsentrat 40%
3)   Induk menyusui  = Hijauan 50% + Konsentrat 50%
4)   Anak sebelum disapih  = Hijauan 40% + Konsentrat 60%
5)   Anak lepas sapih  = Hijauan 25% + Konsentrat 75%
Sanitasi Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain dan diberi dekomposer agar mengalami proses fermentasi. Dalam waktu ±2 minggu kotoran berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang. Kandang tidak boleh tertutup rapat agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

5. Penyakit
Penyakit Antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan. Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman. Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE. Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan. Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri. Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam. Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor. Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

6. Pengendalian
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah:
1.    Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.
2.    Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.
3.    Mengusakan lantai kandang selalu kering.
4.    Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.

7. Panen
Hasil utama dari budidaya sapi potong adalah dagingnya. Hasil Tambahan: kulit, tanduk, tulang, dan darah.

8. Pasca Panen
Stoving: beberapa prinsip teknis yang harus diperhatikan dalam pemotongan sapi agar diperoleh hasil pemotongan yang baik, yaitu:
1.    Ternak sapi harus diistirahatkan sebelum pemotongan
2.    Ternak sapi harus bersih, bebas dari tanah dan kotoran lain yang dapat mencemari daging.
3.    Pemotongan ternak harus dilakukan secepat mungkin, dan rasa sakit yang diderita ternak diusahakan sekecil mungkin dan darah harus keluar secara tuntas.
4.    Semua proses yang digunakan harus dirancang untuk mengurangi jumlah dan jenis mikroorganisme pencemar seminimal mungkin.
Pengulitan: pengulitan pada sapi yang telah disembelih dapat dilakukan dengan menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit sapi dibersihkan dari daging, lemak, noda darah atau kotoran yang menempel. Jika sudah bersih, dengan alat perentang yang dibuat dari kayu, kulit sapi dijemur dalam keadaan terbentang. Posisi yang paling baik untuk penjemuran dengan sinar matahari adalah dalam posisi sudut 45 derajat.
Pengeluaran Jeroan: setelah sapi dikuliti, isi perut (visceral) atau yang sering disebut dengan jeroan dikeluarkan dengan cara menyayat karkas (daging) pada bagian perut sapi.
Pemotongan Karkas: akhir dari suatu peternakan sapi potong adalah menghasilkan karkas berkualitas dan berkuantitas tinggi sehingga recahan daging yang dapat dikonsumsipun tinggi. Seekor ternak sapi dianggap baik apabila dapat menghasilkan karkas sebesar 59% dari bobot tubuh sapi tersebut dan akhirnya akan diperoleh 46,50% recahan daging yang dapat dikonsumsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari seekor sapi yang dipotong tidak akan seluruhnya menjadi karkas dan dari seluruh karkas tidak akan seluruhnya menghasilkan daging yang dapat dikonsumsi manusia. Oleh karena itu, untuk menduga hasil karkas dan daging yang akan diperoleh, dilakukan penilaian dahulu sebelum ternak sapi potong. Di negara maju terdapat spesifikasi untuk pengkelasan (grading) terhadap steer, heifer dan cow yang akan dipotong. Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha depan, paha belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon. Pemotongan karkas harus mendapat penanganan yang baik supaya tidak cepat menjadi rusak, terutama kualitas dan hygienitasnya. Sebab kondisi karkas dipengaruhi oleh peran mikroorganisme selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan. Daging dari karkas mempunyai beberapa golongan kualitas kelas sesuai dengan lokasinya pada rangka tubuh. Daging kualitas pertama adalah daging di daerah paha (round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin), lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib) kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate & suet) lebih kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank) lebih kurang 2,1%. Persentase bagianbagian dari karkas tersebut di atas dihitung dari berat karkas (100%). Persentase recahan karkas dihitung sebagai berikut:
Persentase recahan karkas = jumlah berat recahan/berat karkas x 100%
Istilah untuk sisa karkas yang dapat dimakan disebut edible off al, sedangkan yang tidak dapat dimakan disebut inedible offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan bagian lain yang tidak dapat dimakan).(Emar Maryamah, S.ST/Penyuluh Pertanian Muda)

Daftar Pustaka :

BPTP Jawa Barat, Budidaya Sapi Potong. Departemen Pertanian. 2009